Janji Suci!!! (part 1)

(Backpacker ke Bromo, 21-24 September 2012) 

Ke Bromo yuk? Ajak salah seorang teman, sebut saja Fitri Ramadhani Rosha. Awalnya kita (Tim KKN 63 UGM 2012) hanya menganggapnya angin lalu saja, tak pernah sedikitpun niat untuk ke Bromo saat itu. Lambat laun bukannya semakin padam, malah semakin menggebu-gebu niatan Fitri untuk ke Bromo. Usut punya usut ternyata ini terkait dengan tugas akademiknya, Riset? Kunjungan? Penelitian? Bukan. Tapi skripsi, loh apa hubungannya skripsi dengan ke Bromo? Apakah skripsinya tentang Bromo? Jelas bukan, karena Fitri mahasiswa tingkat akhir Jurusan Perikanan UGM, dan di gunung Bromo tidak ada ikan, apalagi nelayan hehe jadi tidak ada hubungannya.

Perjalan ini adalah sebuah Janji Suci bagi Fitri, dia telah berjanji setelah melakukan perjalanan ke Bromo akan benar-benar fokus pada tugas akademiknya, skripsi. Nah ini nih hubungannya antara Bromo dan Skripsi Fitri. Jadi semakin cepat ke Bromo, dia akan semakin cepat fokus skripsi, dan itulah kenapa Fitri begitu ngotot untuk ke Bromo. Setelah mengajak teman-teman KKN 63 UGM 2012 dalam beberapa kesempatan dan dalam setiap kesempatan. Hasilnya tidak seperti yang diharapkan, dari 19 orang yang diajak, hanya 3 orang yang bersedia ikut dan akhirnya bersama-sama melakukan perjalanan ke Bromo, Kabupaten Probolinggo Jawa Timur.

Selain Fitri, perjalanan ini juga diikuti oleh Muhammad Syukri, mahasiswa Hukum UGM yang lebih akrab kita sapa Uda karena asalnya dari Payakumbuh. Deddy Zulhandy, mahasiswa Psikologi UGM asal Palembang yang punya pemikiran unik dan yang terakhir adalah Akhmad Faizal Khabibi, mahasiswa Teknik UGM yang telah 3 tahun merantau di Jogja. Fitri, Uda, Deddy, dan Faizal pernah bekerja sama dan hidup bersama selama kurang lebih 1 bulan di pedalaman Papua, tepatnya di Kampung Yakati, Distrik Wamesa, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat dalam program KKN PPM UGM 2012. Dengan banyak hal yang telah dilalui dan hadapi bersama, kita sebut saja mereka #sodara (Fitri, Uda, Deddy, & Faizal).

Tidak seperti perjalanan pada umumnya yang melalui persiapan yang panjang dan matang, #sodara baru memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Bromo adalah satu hari sebelumnya. Yah sungguh mendadak, dan tentunya tidak bisa melakukan persiapan dengan matang, namun itulah yang seru. Pada malam hari sebelum keberangkatan, selepas halal bil halal KKN unit 63 di Jejamuran tepatnya, #sodara memutuskan untuk backpacker-an ke Bromo, kenapa? Jawabannya hanya dua dan sederhana, yaitu seru dan irit.

Setelah melakukan sedikit persiapan dan packing barang yang sekiranya dibutuhkan selama perjalanan. #sodara telah siap dengan perlengkapan masing-masing. Diantara #sodara, hanya Faizal yang menggunakan tas ransel biasa, lainnya menggunakan tas Carier yang memang dibuat untuk pendakian. Dan dibandingkan dengan ke-tiga temannya, Fitri membawa carier paling besar dan perlengkapan paling banyak, rempong sih, tapi wajarlah dia kan satu-satunya perempuan dalam rombongan ini jadi memang memerlukan hal-hal ekstra dibanding yang lain.

INILAH PERJALANAN #SODARA KE BROMO

“Kita naik kereta Gaya Baru Malam jam 21.40, ngumpul di lempuyangan jam 21.20 yaa sodaraa :D” sms Fitri dengan penuh antusias ke Deddy, Uda dan Faizal. Dengan tekad yang semakin membulat, bawaan yang telah tersemat, dan tiket yang sudah di tangan, #sodara berkumpul di stasiun Lempuyangan seperti yang di-sms Fitri. Deddy adalah orang pertama dari rombongan yang sampai di TKP, disusul Faizal, Uda dan Fitri.

Kereta ekonomi dengan tiket Rp 33.500,- ini akan menghantar #sodara hingga Surabaya. Ongkos tentunya menjadi alasan utama #sodara memilih menggunakan kereta GBM, murah, meriah, dan akan kau lihat salah satu wajah Indonesia di dalamnya. Di tiket tertera pkl.21.40 WIB adalah jadwal keberangkatan GBM dari stasiun Lempuyangan, namun tepat pkl. 21.40 WIB kereta belum juga tiba. “Yang tertulis tak semuanya terlaksana, keadaan ideal hanya dalam teori dan buku” gumam Faizal dalam hati. Sudah menjadi rahasia umum kalo kereta ekonomi pasti terlambat dari jadwal yang telah ditentukan, bahkan dibeberapa masyarakat telah terbentuk stigma “kalo gak telat ya bukan kereta ekonomi” tentu hal ini tidak baik dan tidak boleh dibiarkan berlarut dan berlanjut. Akhirnya sekitar pkl.22.05 WIB GBM yang akan menghantar #sodara ke Surabaya datang juga. Saat itu GBM tidak terlalu penuh, dan tak seramai biasanya. Semua penumpang mendapatkan tempat duduk, tidak ada yang berdiri. #sodara duduk di nomor 7 D-E dan 8 D-E gerbong 6, tepat dibelakang gerbong restoran. Dan untuk pertama kalinya Fitri tahu di dalam kereta sekelas GBM ada restorannya haha *kasihan, bahkan dia sempat kaget dan tak percaya saat Faizal bilang gerbong #sodara berada di belakang gerbong restoran.
Di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta
Harus diakui, sekarang pelayanan Kereta Api sudah lebih baik, kini tidak ada lagi penumpang berdiri, tiket harus sesuai kartu identitas (KTP) sehingga memaksa calo lebih kreatif mencari pekerjaan lain(semoga halal), tidak ada asap pembunuh(red-rokok) berterbangan dalam gerbong, dan tetap mempertahankan hiburan utamanya, yaitu pengamen dan asongan yang selalu setia menemani selama perjalan. Oh I Love Indonesia. Namun tentu saja banyak hal yang harus dikritisi dan diperbaiki demi Indonesia yang lebih baik, seperti masalah jadwal, kebersihan, kondisi kursi, jendela, kaca dan sebagainya.

Selama perjalanan bersama GBM, #sodara isi dengan ngobrol ngalor-ngidul, bercanda, saling membully dan ketawa-ketiwi ceria serta istirahat mengumpulkan tenaga untuk pendakian esok hari. Sekitar pkl.03.05 WIB pagi GBM sampai di stasiun Gubeng Surabaya dan akhirnya #sodara sampai di Surabaya. Ini adalah untuk pertama kalinya #sodara menginjakkan kaki di stasiun Gubeng, sempat bingung menentukan pintu utama dan muka stasiun yang hingga kini belum terjawab yang mana. Setelah melakukan tawar menawar dengan angkutan setempat untuk mengantarkan ke terminal dan tidak menemui kata sepakat, #sodara memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah warung dekat stasiun Gubeng dan akan melanjutkan perjalanan selanjutnya setelah sholat subuh.

Selepas sholat subuh di sebuah musholah samping warung, #sodara melanjutkan perjalanannya. Tempat yang harus dicapai berikutnya adalah Terminal Purabaya yang terdapat di daerah Bungur Asih, sempat terjadi perdebatan yang cukup sengit antara Faizal dan Deddy, akan nama terminal tersebut, apakah Purabaya atau Bungur Asih. Faizal kekeh dengan Purabaya dan Deddy tak mau kalah dengan Bungur Asih. Tidak ada yang salah dari mereka, secara administrasi terminal tersebut adalah Purabaya, namun masyarakat banyak mengenalnya dengan sebutan Bungur Asih. Untuk mencapainya dari stasiun Gubeng #sodara naik Len (angkot) hingga Wonokromo dengan ongkos Rp.3.000,- lalu dilanjutkan dengan naik Bus Kota jurusan Bungur, dari Wonokromo hingga terminal Purabaya #sodara harus merogoh kocek Rp.4.000 saja. Sekitar pkl.05.40 WIB pagi #sodara sampai di terminal Purabaya.

Terminal Purabaya adalah salah satu terminal terbaik dan terapih di Indonesia, semua berjalan teratur dan tertata rapih. Berbeda dengan terminal-terminal lain di Indonesia. Di terminal ini #sodara sempatkan untuk sarapan pagi sebelum melanjutkan perjalanan ke Probolinggo menggunakan Bus AKDP(Antar Kota Dalam Provinsi). Pkl.06.40 WIB #sodara beranjak ke Probolinggo menggunakan bus Indonesia Abadi jurusan Banyuwangi dengan ongkos Rp.17.000,-. Seharusnya hanya dengan Rp.12.500,- #sodara bisa sampai ke Probolinggo, namun karena terjadi kesalahpahaman antara Faizal dan Uda, #sodara harus membayar lebih. Bus saat itu cukup ramai, bahkan ada penumpang yang berdiri. Dengan bawaan yang tak biasa, setiap orang yang berbincang dengan #sodara akan bertanya “mau ke bromo ya mas mba?”. Semakin intens mendengar pertanyaan seperti itu, maka tandanya Bromo semakin dekat. Yeah!!!. Sekitar pkl.09.15 WIB #sodara sampai di terminal kota Probolinggo.

Setelah istirahat sejenak, #sodara bergegas mencari kendaraan yang membawanya ke Bromo, yah rute yang harus ditempuh selanjutnya adalah Kota Probolinggo-Bromo. Untuk mencapai Bromo dari terminal Kota Probolinggo dapat menggunakan elf, atau warga setempat menyebutnya Bison dengan ongkos Rp. 25.000,-.
Bison, di samping terminal Probolinggo Jatim
Setelah menemukan Bison yang akan ke Bromo dan menaikkan barang bawaan ke atap Bison, #sodara tidak lantas langsung berangkat. Bison baru akan berangkat jika penumpang sudah 10-15 orang. Setelah menunggu sekitar 2 jam, penumpang hanya bertambah 2 orang (1 rombongan), meski sudah cukup lama menunggu Bison tidak pula beranjak karena baru terisi 6 penumpang. #sodara memanfaatkan waktu itu untuk makan dan mencharge HP dan kamera di warung dekat pangkalan Bison.

Mungkin karena sudah frustasi menunggu atau ada keperluan mendesak, rombongan lain (2 orang itu) menawarkan untuk mencarter
Bison saja. Awalnya #sodara cukup keberatan karena untuk menyewa Bison, harus merogoh kocek sampai Rp. 300.000,-/Bison. Tentu angka tersebut terlalu mahal, jadi kalo dihitung-hitung setiap orangnya akan kena ongkos Rp. 50.000,-, hmm jelas diluar jangkauan kantong #sodara. Namun setelah berdiskusi dan negosiasi dengan rombongan lain, mereka setuju untuk mencarter Bison dan masing-masing #sodara hanya membayar Rp. 35.000,-, sisanya ditanggung rombongan lain.

Akhirnya sekitar pkl. 11.20 WIB
Bison yang membawa #sodara ke Bromo meluncur juga. Faizal duduk di depan, di baris ke-dua ada Deddy sendiri, baris ke-tiga ada Uda & Fitri, cuma mereka berdua, dan di baris terakhir diisi rombongan lain. Meski harus melewati jalan yang berliuk-liuk dan tanjakan curam dengan kanan-kiri jurang, perjalanan dengan Bison ini cukup menarik, #sodara disuguhi pemandangan alam yang memanjakan mata, udara yang sejuk dan segar (*goodbye polusi). Sesuatu yang langka dijumpai di kota-kota di Indonesia, termasuk Jogja. Setelah menempuh perjalanan  kurang lebih satu jam, Bison sampai ke tujuan akhirnya, yaitu Taman Nasional Bromo.

Setelah turun,
#sodara langsung dihampiri beberapa orang yang menawarkan penginapan, penginapan yang ditawarkan saat itu berkisar Rp. 150.000,-an per kamar dan dengan letak cukup jauh dari jalur pendakian. Rate tersebut cukup mahal, bahkan naik berkali lipat dari hari biasa. Oh iya, saat itu di Bromo sedang ada acara Road Race, Bromo saat itu cukup ramai, bahkan terlalu ramai untuk suatu objeck wisata alam. Di Bromo, orang yang menawarkan penginapan cukup banyak dengan berbagai macam cara dan mereka “pantang menyerah” dalam menawarkan, bahkan sampai terus-terusan diikuti, seperti yang dialami #sodara. So waspadalah, jangan salah pilih.

Setelah berdiskusi, #sodara memilih untuk menolak tawaran penginapan itu. Disamping terlalu mahal dikantong, #sodara juga bersikukuh dengan konsep backpacker-nya. #sodara putuskan untuk ngecamp. Hal ini sangat aneh dan gila, karena #sodara sama sekali tidak membawa tenda, Deddy hanya membawa Sleeping Bag, Uda dan Fitri masing-masing membawa Sleeping Bag dan Matras, sementara Faizal tidak sama sekali membawa peralatan camping. “biar ada cerita...” ucap Deddy soal keputusan ngecamp ini. Selepas sholat, sekitar pkl 14.00 #sodara memulai perjalanan yang sesungguhnya, menjelajahi Bromo.


comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© Pejuang Mimpi | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger