Janji Suci!!! (part 2)




(Backpacker ke Bromo, 21-24 September 2012) 
LANGKAH MENUJU PUNCAK

Untuk memasuki kawasan Bromo, pengunjung harus membayar tiket masuk, tak terkecuali #sodara, sebesar Rp.6.500,- per orang untuk pengunjung Domestik. Untuk berkeliling dan menjelajahi Bromo, terdapat berbagai alternatif seperti menyewa mobil Jeep yang denger-denger biaya sewanya mencapai Rp.500.000an per mobil, bisa juga naik ojeg ongkosnya berkisar Rp.50.000- Rp.100.000,-an, ada juga dengan naik Kuda sekitar Rp.100.000,- ongkosnya atau dengan berjalan kaki seperti yang #sodara pilih, hanya bermodal tenaga, tekad, dan semangat saja hehe.

Awal Perjalanan...
Inilah perjalanan sesungguhnya, mencipta jejak menuju puncak Bromo. Tepat pkl. 14.00 WIB #sodar mulai menjejakkan kaki demi menggapai puncak Bromo, mereka harus mengarungi padang pasir yang luas. Dengan mengikuti rute-rute mobil, motor dan kuda, mereka berjalan dengan penuh antusias diiringi terik matahari dan hembusan angin yang menyapu  butiran pasir yang mengharuskan #sodara memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh dan kaca mata untuk melindungi mata dari butiran pasir yang berterbangan. Tegur sapa, dan berbagi senyum hangat dengan pengunjung maupun warga lokal mewarnai perjalanan #sodara mengarungi lautan pasir ini. Dan tidak lupa mereka mengabadikan perjalanan ini dalam sebuah potret, karena “no pict, hoax”.
Dalam Perjalanan...
Setelah berjalan kurang lebih satu jam, sekitar pkl 15.00 WIB mereka menemui sebuah warung yang terletak di samping sebuah bungker. Yah, adanya warung super semi-permanen di hamparan padang pasir yang luas ini sempat membuat #sodara heran, Kok ada?. Tepat di sebelah barat warung tersebut, terdapat sebuah Bungker, yang berfungsi sebagai Toilet dan Mushola, hal ini juga sempat membuat mereka tak percaya. Kok bisa?. Yah Bromo memang lain daripada yang lain. Di Pegunungan Bromo ini sudah terdapat berbagai macam fasilitas penunjang demi terciptanya objeck wisata yang nyaman bagi keluarga. Terdapat dua buah bungker yang difungsikan sebagai toilet di kawasan Pegunungan Bromo, selain itu juga dapat dengan mudah kita temui warung-warung yang menjajakan makanan dan minuman dari pagi hingga sore hari, tentunya dengan harga yang sepantasnya dan rasa yang sekenannya.

#sodara sejenak singgah di warung tersebut untuk meregangkan sendi yang mulai keras dan mengisi perut yang mulai keroncongan. Mereka memilih untuk menyantap mie instan ditemani kopi ataupun susu hangat, tahu kenapa? ya karena hanya ada menu itu hehe, gak ada yang lain. Terjadi obrolan hangat di warung itu, tidak hanya antar #sodara, tapi juga dengan penjual dan sopir-sopir Jeep, serta pengurus objeck wisata Bromo yang kebetulan sedang singgah di warung itu. Tahu kah kalian, ternyata penjual tersebut bukan berasal dari kawasan Bromo, dia adalah seorang wanita sekitar 30-40 tahun usianya, berperawakan tidak tinggi, agak hitam dan memakai kerudung ini harus berjalan dari rumahnya membawa barang dagangannya sejak pkl. 03.00 WIB pagi agar bisa mencapai Bromo pkl.05.00 WIB. Perjuangan yang super sekali!!!. Supir-supir Jeep yang #sodara temui sekilas tidak asing di mata Faizal, menurutnya supir-supir itu pernah muncul dilayar TV pada program-program FTV yang memang sering mengambil lokasi syuting di Bromo, hmm entahlah. Saat berbincang dengan pengurus objeck wisata Bromo, sempat membuat keteguhan #sodara menciut dan membuyarkan rencana mereka. Dari pengurus itu, diinformasikan bahwa suhu Bromo pada malam atau dini hari bisa menyentuh angka di bawah nol derajat, minus. Sehingga jadi alasan yang cukup untuk melarang pendaki bermalam di kawasan Gunung Bromo, dan hanya diizinkan ngecamp di dekat pos jaga tepat di samping gerbang masuk kawasan Bromo dan masih di sekitar perumahan warga. Rencana awal yang sudah bulat untuk ngecamp di gunung Bromo mulai goyah, tentunya #sodara harus mengutamakan keselamatan, karena tidur tanpa tenda dengan suhu dibawah nol derajat dan hanya mengandalkan sleeping bag sama saja dengan bunuh diri, bisa mati kedinginan. Namun keinginan untuk ngecamp tetap ada, karena akan mempermudah #sodara menikmati suasana sunrise.

Tampaknya Tuhan menjawab kegundahan hati #sodara, beberapa menit kemudian, datang seorang pendaki dan bergabung dengan #sodara di warung tersebut. Namanya Doni, berasal dari Solo, pernah tinggal di Jakarta, dan sekarang tinggal di Sidoarjo. Dia bekerja di sebuah pabrik lampu hemat energi bagian sales di daerah Surabaya. Umurnya sekitar 25 tahun ++, mukanya sangat khas jawa (kejawen). Dengan menggunakan motor astrea jadul(sorry sebut merk) Doni menghampiri warung tempat persinggahan #sodara. Bercakap-cakaplah mereka dalam balutan hangatnya kopi di padang pasir Bromo. Doni berencana untuk ngecamp seperti halnya #sodara, bedanya Doni membawa perlengkapan camping lengkap dengan tenda dan lain sebagainya, tapi dia sendirian. Dia mencari teman untuk berbagi cerita dan berbagi api unggun yang menghangatkan. aha!! Sebuah kesempatan bagi #sodara untuk melaksanakn semuanya sesuai rencana. Dengan jurus jitu, memainkan kata-kata dan melobby, Faizal berbincang dengan Doni lebih lanjut, berusaha untuk mengakomodir keinginan #sodara dan Doni. #sodara butuh tenda dan Doni butuh teman, sebuah simbiosis mutualisme. Akhirnya mereka sepakat untuk ngecamp bersama-sama. Selesaikah semua masalah?? Eits, ada satu lagi, yaitu pengurus objeck wisata Bromo, pendaki dilarang ngecamp di kaki Gunung Bromo.  Langkah konyol dan berani mereka ambil. Mereka tetap akan ngecamp di kaki Gunung Bromo tanpa seizin dan tentunya tanpa sepengatahuan pengurus (DON’T TRY IT !!!). Huftt selesai sudah permasalahan yang menghalangi #sodara untuk ngecamp.

SUMMIT ATTACK !!!
siaaap, puncak kami dataang!!!
Setelah istirahat cukup dan perut pun kenyang, mereka (#sodara dan Doni) sepakat untuk melakukan pendakian puncak gunung Bromo sore itu juga. Waktu itu jam menunjukkan pukul 15.30 WIB, mereka telah siap untuk melakukan summit attack, dengan penuh semangat dan antusias mereka beranjak dari warung tersebut menuju puncak gunung Bromo, dengan berjalan kaki tentunya. Yah bagi mereka, tidak ada cara lain dan tidak ada kata lain selain jalan kaki. Selepas dari warung mereka harus melewati padang pasir yang tidak sepanjang perjalanan awal (start – warung), sekitar kurang lebih 3 KM hingga mencapai kaki gunung Bromo. Dalam perjalanan mengarungi padang pasir tersebut mereka melewati sebuah pura besar yang merupakan tempat peribadatan umat Hindu masyarakat suku Tengger. Kaki gunung pun berhasil mereka capai dan pendakian sesungguhnya akan segera dimulai. Dibandingkan gunung-gunung yang berada di Indonesia, Gunung Bromo termasuk gunung yang tidak tinggi, bahkan pendek. Sehingga memang tidak terlalu sulit untuk ditaklukan bagi Deddy dan Faizal yang sudah sering mendaki gunung-gunung yang jauh lebih tinggi. Tapi bagi Fitri dan Uda adalah tantangan tersendiri bagi mereka, karena mereka memang baru pertama kali mendaki gunung. Fitri dan Uda cukup tergopoh-gopoh menopang badan plus barang bawaan (carier beserta isinya) menaiki gunung Bromo meskipun sudah tersedia tangga yang memudahkan pendakian. Pendakian pun cukup lambat dan menghabiskan banyak waktu, namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena yang paling penting adalah kebersamaan. Mereka bersama-sama melakukan pendakian, mereka juga harus menikmati puncakpun bersama-sama.

Alon-alon asal kelakon. Mungkin itulah gambaran pendakian mereka, setiap beberapa meter mereka istirahat barang mengambil nafas ataupun minum untuk mengobati rasa dahaga dan yang pastinya mereka saling membantu dan menyemangati satu sama lain, tentu dengan cara mereka sendiri. Memberi motivasi, mengejek, dan yang paliang sering adalah bersama-sama menyoraki kata “semangat, semangat, semangat !!! se ma ng at” bahkan saling semangat tidak hanya dari mereka saja, tapi juga dari pendaki lain, setiap berpapasan dengan pendaki lain senyum dan sapa adalah suatu yang pasti dan saling menyemangati adalah bumbu pemanis pendakian. Yah karena setiap pendaki adalah keluarga mereka punya tujuan yang sama, yaitu puncak. Dan mereka punya harapan yang sama bagi dirinya dan pendaki lain, yaitu menggapainya. Meskipun pendakian berjalan lambat, #sodara tidak merasa rugi, karena senantiasa bersama dan diiringi suasana senja yang indah di gunung Bromo. Gak ada ruginyaa. Kadang sejenak dalam istirahatnya mereka tak saling bicara, hanya menebar pandang ke seluruh penjuru, menikmati indahnya pemandangan kawasan gunung Bromo saat itu, pemandangan yang indah dan menakjubkan itu dapat memompa dan menstimulus semangat mereka untuk menggapai puncak tertinggi gunung Bromo. Seketika lelah dalam diri mulai lelah mengejar mereka, putus asa yang sempat tersirat mulai padam digantikan kobaran semangat menggebu demi satu tujuan, puncaak!!!.

Selama dalam pendakian pula, dapat dengan mudah ditemui masyarakat sekitar yang menjajakan bunga edelweis yang telah dirangkai demikian rupa bahkan ada yang diwarnai demi menambah keindahan dan menarik pendaki untuk membelinya. Bunga edelweis adalah bunga keabadian, bunga yang hanya tumbuh di daerah pegunungan tapi yang jelas di gunung bromo bunga edelweis tidak ditemui. Lantas dari mana penjual itu mendapatkannya? Usut punya usut, tanya punya jawab, bunga edelweis tersebut mereka dapatkan dari gunung Semeru. Edelweis adalah bunga yang dilindungi, kenapa mereka dapat memetiknya dan memeperjual belikannya, apakah mereka memiliki keistimewaan untuk itu? Ah entahlah. semoga edelweis tetap jadi bunga abadi dan tetap abadi.

Beratus-ratus anak tangga mereka lewati, beribu-ribu gumpalan tanah dan pasir mereka tapaki dan berjuta-juta butiran debu mereka pijak akhirnya satu kata terucap. “puncaaaak!!!. Sekitar pukul 16.45 WIB akhirnya mereka mencapai puncak juga. Tidak ada yang tidak mungkin, dengan bawaan badan dan barang yang wahpun bisa mencapai puncak, #sodara contohnya, terkhusus Fitri hehe. Hanya satu kuncinya, Tekad. Itu yang diperlukan dan dibutuhkan untuk menaklukan tingginya gunung bahkan dikehidupan pun kunci tersebut dapat membuka gerbang-gerbang kesuksesan bagi kita semua.
ayo teriaak: "puncaaak..."
Wow! puncak. Semoga menjadi kenangan indah buat mereka. Suasana puncak Bromo saat itu tidak terlalu ramai hanya 2-3 rombongan saja yang ada di puncak saat itu, mungkin karena sudah sore. Mereka bersyukur puncak saat itu tidak ramai, mereka dapat dengan tenang menikmati pemandangan dari puncak Bromo yang sulit digambarkan dengan kata-kata, terlalu indah. Menikmati sunsite, sang mentari malu-malu menyapa dengan ronah merah yang indah saat kembali keperaduannya. Menikmati sejuknya puncak gunung Bromo. Menciumi sengatan belerang dari kawah gunung yang enggan muncul tertutup kabut. Mengabadikan momen dengan beberapa jepretan. Menengok rute perjalanan yang mereka dilewati dan membuat mereka tak percaya, betapa jauhnya. Dan menikmati indahnya kebersamaan #sodara (Deddy, Faizal, Fitri, Uda) dan Doni di puncak gunung Bromo, momen yang indah dan takkan mungkin terulang lagi. Semoga menjadi kenagan indah bagi mereka dan menjadi salah satu momen penguat ikatan kebersamaan mereka.

comment 0 komentar:

Posting Komentar

Delete this element to display blogger navbar

 
© Pejuang Mimpi | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger