Featured

4 Diusir Mbok Yem (part3)

(Pendakian Gunung Lawu, 9-11 Nopember 2012)

Sedari subuh, mata kami mulai terjaga. Namun tubuh masih enggan beranjak dari sleeping bag. Syukurlah pagi itu langit cerah berseri, dan indahnya kemunculan mentari dari peraduannya berhasil mengalahkan rasa malas kami. Inilah salah satu pemandangan luar biasa yang dapat dinikmati di Gunung. Sunrise. Suasana sunrise itu bak wajah gadis yang akan dilamar pria idamannya. Hmm anda belum mengerti juga? Ibaratkan Langit adalah wajah gadis tersebut dan mentari adalah pria idamannya. Langit kan cerah merona ketika sang idaman datang membawa janji pasti nan suci. Sunrise.


Sunrise di Lawu
[07.55] Summit Attack!!!
Jarak dari perkemahan (Mbok Yem) menuju puncak Hargodumilah tidak lah jauh, hanya dalam waktu 15 menit kami bisa mencapainya. Dan di sini lah kami. Puncak tertinggi Gunung Lawu, Hargodumilah 3625mdpl.

Kita tak perlu lagi mendongak untuk melihatnya.
Kita tak perlu lagi membayangkannya.
Karena kita telah menaklukannya.
Di mana titik tertinggi berada di bawah titik terendah tubuh kita.
Di mana angin bebas menerpa tubuh tanpa takut ada yang halangi.
Di mana pandangan bebas menebar tanpa khawatir tertutup.
Di mana ada rasa yang tak dapat ditemui selain di sini.

Tak lupa ketika berada di titik tertinggi, kami melakukan selebrasi tanpa malu, yang mungkin akan buat semua pendaki menoleh.

“1...2...3...puncaaaak” beteriak bersama. Lepas tanpa ragu. Lantang kian nendang. Tenang agar senang

Puncak Gunung Lawu "Hargo Dumilah"


Puncak Gunung Lawu ditandai dengan sebuah monumen yang di”sponsori” oleh salah satu produsen alat tulis, salah satu dinas pemerintahan dan TNI. Dan itu yang buat aku heran, kok bisa ada monumen sebesar itu di Puncak Tertinggi sebuah Gunung. Tapi itu adanya dan begitu lah Lawu dengan segala hal yang buat aku heran.

Kami turun melalui jalur yang sama dengan rasa yang berbeda


“Puncak mana lagi yang akan kita taklukkan”

Salam dari atas awan...


Salam Pejuang Mimpi
Read more

5 Diusir Mbok Yem (part2)

(Pendakian Gunung Lawu, 9-11 Nopember 2012)

Cemoro Kandang adalah salah satu basecamp dan jalur pendakian Gunung Lawu selain Cemoro Sewu. Cemoro Kandang masih berada di kecamatan Tawangmangu, Jawa Tengah dan letaknya hanya 50 meter-an dari perbatasan Jawa Tengah–Jawa Timur. Sementara Cemoro Sewu berada di Sarangan, Jawa Timur. Melalui 2 jalur pendakian ini, kita dapat menggapai 3 puncak gunung Lawu. Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah.


Basecamp Cemoro Kandang
[10.50] pendakian di mulai...

Pendakian melalui jalur Cemoro Kandang ini, kami setidaknya melalui 4 pos resmi dan 1 pos bayangan. Biasanya pos-pos pendakian telah berdiri sebuah bangunan, baik permanen maupun semipermanen, tapi ada juga yang hanya berdiri sebuah plang sebagai tanda pos.

Pos Taman Sari Bawah adalah pos 1 [11.35] dalam jalur ini, berada pada ketinggian 2300mdpl. Sedari basecamp hingga pos ini, kita akan menerobos pepohonan(hutan) dengan jalur pendakian tanah liat sehingga patut berhati-hati ketika hujan turun. Sayang saat pendakian kami, hutan yang berada di jalur pendakian telah hangus terbakar. Kebakaran baru saja terjadi di kawasan itu. Hijau pepohonan yang berseri-seri kini terkulai pekat hitam abu ulah tangan-tangan jahil tak bertanggung jawab.

Sial menimpaku sesampainya di pos ini. Tas carier yang aku kenakan, pengait talinya putus. Rusak, dan harus diikati. Ooh dalam hati aku bergumam ”buset tas oraaang, aku rusakin L”.  Syukurlah tas masih bisa dipake, meski tak seimbang lagi. Lanjut gan.

Tips untuk sobat alam “Gunakanlah peralatan yang dalam keadaan baik dan siap saat melakukan pendakian, periksa kembali sebelum pendakian dan jika terjadi kerusakan, jangan panik. Pasti ada jalan”

Ditengah terik mentari yang sudah berada di atas kepala [12.45], Pos 2, Taman Sari Atas pada ketinggian 2470mdpl berhasil kami gapai. Dari pos 1 hingga pos 2 ini, kami bisa menikmati pemandangan yang lebih baik. Lebih hijau.

Berdasarkan perkiraan kami, track berikutnya bukan lagi hutan yang rindang. Tapi jalur setapak tanpa pepohonan rindang yang melindungi kami dari sengatan mentari. Maka kami, sebagai pria maco dan berani tak ragu untuk memakai lotion pelindung sinar matahari (sun block) haha.

Tips untuk sobat alam “Jika anda bermain di alam terbuka dan tersengat sinar matahari secara langsung, maka pakailah sun block demi kebaikan bersama”

Dalam perjalanan menuju pos 3 [15.54] Penggek, 2780mdpl. Kami menemui sebuah pos bayangan berupa bangunan semipermanen di ketinggian 2495mdpl. Perjalanan menuju pos 3 ini cukup menjenuhkan, karena kami harus berputar-putar untuk mendaki punggung gunung Lawu. Lama dan panjang. Namun setiap rasa jenuh itu kian pekat, ku berhenti sejenak. menyebarkan pandangan ke berbagai penjuru. Terhampar karya Allah yang Maha Indah.

Selepas pos 3, track yang kami lalui cupuk beragam mulai dari tanah liat hingga bebatuan. Karya Allahpun kian tersuguh indah. Ketika hari sedang bersiap menghantar fajar, langit menumpahkan rizkinya. Hujan pun turun. Gerimis manis hingga deras menguras mengiri kami menuju pos 4.

Di pos 4, Cokrosuryo [17.05] ini kami berjumpa dengan rombongan pendaki dari Undip. Langit mulai cerah. Menjadi latar pertemuan yang indah antara kami dengan temen-temen Undip. Maka kita pun tak ragu beriringan bersama melepas kepergian mentari ke peraduan.

Sunsite di Lawu
Hujan tak lagi deras, gerimispun kian sungkan, tapi dingin mulai menikam. Hari mulai gelap, kami tetap bersama menuju tanah lapang, tempat kami meregangkan tulang. Seperti halnya gunung-gunung yang lain, di Lawu pun terdapat tempat perkemahan bagi para pendaki. Namun ada yang beda di Lawu, terlihat aneh bahkan. Terdapat sebuah warung dengan ruangan yang cukup luas. Warung Mbok Yem namanya, warung yang berada di ketinggian 3170mdpl ini senantiasa siap menyediakan makanan dan minuman hangat bagi para pendaki yang singgah di warung itu. Selain menyediakan makanan, para pendakipun dapat berteduh di dalam warung Mbok Yem yang mampu menampung 150-200 orang.


Warung Mbok Yem

Aneh, memang aneh. Heran itu kesan pertama yang ku rasa setelah melihat warung Mbok Yem. Kok bisa ada warung di atas gunung setinggi itu, bagaimana membawa peralatannya? Bagaimana membawa bahan makanannya? Bagaimana pula Mbok Yem dengan perawakan tidak kecil, dan sudah berumur bisa mencapai tempat dengan ketinggian di atas 3000mdpl? Sayang jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berkeliaran dipikiranku itu tidak pernah muncul pasti. Sekedar mengobrol dengan kami pun, Mbok Yem dan kerabatnya tak sempat. Mereka sibuk menyediakan ini-itu bagi para pendaki yang pada waktu itu sangat membludak. Bahkan warung Mbok Yem yang sebesar itu, tak sanggup menampungnnya. So, harus ada yang rela mendirikan tenda di halaman warung untuk berteduh. Dan kami termasuk diantara orang yang rela tersebut.

Banyak rombongan lain yang melakukan pendakian pada waktu yang sama dengan kami. Dan rombongan terbesar adalah dari Undip. Pendakian massal dengan 100 peserta lebih. [18.06] kami tiba di warung Mbok Yem, dan kami menjumpai warung yang sudah ramai berjubal. Tidak ada lagi tempat tidur(selonjoran) tersisa, dan kamipun terpekur bersanggah lutut di salah satu lorong dekat dapur warung itu. Terpekur diam, hingga hujan reda dan kami mendirikan tenda. Terusirlah kami.




Diusir Mbok Yem (part1)
Diusir Mbok Yem (part3)
Read more

0 Diusir Mbok Yem (part1)

(Pendakian Gunung Lawu, 9-11 Nopember 2012)

Bersama empat temanku, kami sepakat untuk melakukan pendakian Gunung Lawu, November lalu. Tujuan kami satu, Puncak Tertinggi Gunung Lawu.  Hargodumillah namanya, berada pada ketinggian 3265mdpl. Tidak ada yang mudah dalam pendakian gunung, termasuk pendakian ini. Meski sulit, kami pasti bisa, selagi memiliki bekal yang kuat. Yaitu Tekad.

Kenapa sih naik gunung? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab. Masing-masing punya alasan sendiri kenapa naik gunung. Kesukaan naik gunung ini datang begitu saja menghampiriku. Bak cinta pertama, tak tahu kenapa perasaan ini muncul. Cinta, kata sederhana yang mungkin bisa menjelaskan semuanya.
Sebagian masih ada saja yang ngeyel dengan jawabanku itu, mereka berargumen itu tidak rasional. Ini itu, ini itu lah. Kadang aku bertanya-tanya kepada mereka. Apakah mereka hanya menggunakan pikiran dalam menentukan pilihan, ke mana hati mereka? Tertutupkah?

Jum’at malam aku baru putuskan untuk bergabung bersama Dimas, Helmy, Harlian dan Aryo dalam pendakian. Hanya 1 jam sebelum rencana keberangkatan. Mendadak, yah sangat mendadak. Biarlah.
[01.30] Setelah persiapan kian mantap dan perbekalan kian lengkap. Kami bergegas meluncur dari Jogja menggunakan sepeda motor di malam buta menuju basecamp Pendakian Gunung Lawu, Cemoro Kandang tepatnya.  Rintik hujan dan siraman rembulan silih berganti mengiringi perjalanan kami, seolah mereka berebut menarik perhatian kami.

[03.53] Setelah satu kali kami istirahat di Sukoharjo, akhirnya perjalanan kami terhenti. Bukan di basecamp, bukan pula karena rintik hujan, bukan pula karena rembulan tenggelam. Tapi karena aspal. Aspal dalam kelokan menuju Cemoro Kandang yang licin berhasil menghentikan geberan kami. Kelokan licin itu dengan penuh angkuh menjatuhkan Helmy bersama sepeda motornya saat berusaha menaklukannya. Semua kaget, takut, deg-degan saat Helmy terjatuh. Syukurlah tidak parah, hanya luka gores. Mungkin itulah salam penyambutan dari Gunung Lawu. Dengan perasaan yang masih campur aduk, kami putuskan rehat di sebuah Surau dekat kelokan hingga mentari gagah keluar dari peraduannya. Surau Ahmad Maryam dukuh Bulakrejo.

Kami bersyukur, Allah masih melindungi Helmy dan kami. Padahal Helmy terjatuh cukup keras, terlihat dari celana levisnya yang sobek dan suara dentuman yang cukup keras hasil benturan tersebut. Karena kejadian itu Helmy sedikit merasa takut dan khawatir, jadilah dia meminta izin kedua orangtuanya demi meredam rasa khawatir dan do’a yang terus mengalir.

Tips untuk sobat alam “Jangan lupa minta izin dan do’a orang tua saat hendak beraktifitas terutama saat bermain dengan alam”

[09.45] kondisi fisik dan mental kami semakin baik. Segera kami melanjutkan perjalanan, dan ternyata perjalanan dari Surau ke basecamp hanya 10 menit saja. Dekat, cukup dekat.




Read more

0 Adakah Malam

Tanjung Redeb, Berau, Kaltim
adakah anda Jenuh.
ketikat setiap hari menemui hal yg sama, meski itu mengundang tawa sekitar.

adakah anda Yakin.
bahwa ada sesuatu yg pasti di dunia ini, lantas kenapa kita perlu meributkannya.

adakah anda Geli.
ketika gelitikan lebih terasa cubitan. ah asal jangan pedihkan hati saja.

adakah anda Diam.
saat lidah berujar begitu mudah terkulai angin. berkelok sekehendak tiupan.

adakah anda Lantang.
ketika lirih tak lagi bergetar. lembut tak lagi membelai. hanya terbuai. semu.

adakah anda Berpaling.
saat angin begitu kencang mengusap wajah. air begitu deras membasuh ubun-ubun.

adakah anda Berlari.
saat ramai begitu sepi. sunyi begitu gaduh. tenang hampiri saat usik berbisik.

adakah anda Menangis.
ketika linang tak lagi berlian. jernih tak lagi keruh. dan basah bukan lagi penawar gundah.

adakah anda Menyerah.
ketika lubang adalah rambu. oase bukanlah fatamorgana, hanya terhalang pintu besar. ketuklah.


Read more

0 Janji Suci!!! (part 3)

(Backpacker ke Bromo, 21-24 September 2012)
“Kayak mau MATI....” Fitri
Hari sudah mulai gelap, belerang makin ganas menyengat dan angin semakin dingin menusuk. Sekitar pukul 17.15 WIB mereka turun dari puncak. Turun jauh lebih sulit dan berbahaya daripada naik, sehingga memerlukan perhatian dan kewaspadaan ekstra. Sedikit saja lengah bisa terpelset, terkilir bahkan ngegelundung. Namun meskipun lebih sulit dan bahaya, perjalanan turun jauh lebih cepat dari naik. Dalam perjalanan turun Deddy dan Fitri akhirnya membeli rangkaian bunga edelweis yang dijajakan penjual bunga. Masing-masing membeli satu, katanya sih untuk seseorang, entah untuk siapa, tanyakan saja pada mereka atau pada rumput yang bergoyang. Sekitar pukul 17.55 WIB mereka telah sampai di tempat camping mereka, di kaki gunung Bromo dekat sebuah bangunan tempat pedagang berkumpul. Segera mereka mendirikan tenda yang memang mudah didirikan, tidak perlu simpul kanan, simpul kiri seperti yang diajarkan di Pramuka. Cukup rangkai dan cocokan pada tempatnya masing-masing. Dan berdirilah tenda mini kapasitas 3-4 orang ini.

Dengan barang seabreg dan 4 pria serta seorang wanita dengan badan yang tidak bisa dibilang kecil. Tentu tidak mungkin semuanya muat dalam tenda. Maka mereka sepakat, yang tidur di dalam tenda hanya 3 orang dan 2 lainnya di luar. Barang-barangpun dimasukkan semua ke dalam tenda. 3 orang yang di dalam tenda adalah Doni, pemilik tenda tentunya. Fitri, hawa satu-satunya yang perlu dilindungi. Dan yang terakhir adalah Faizal. Kenapa Faizal, bukan Deddy ataupun Uda. Tentu kita memutuskannya dengan bermusyawarah, ketiga orang tersebut sama-sama memilih untuk di luar dan mendahulukan yang lainnya. Dengan cukup kesatria Deddy dan Uda memaksa untuk tidur di luar dan Faizal di dalam bersama 2 orang lainnya. Sebenarnya tak semudah itu Faizal menerima ke”terpaksa”an itu, namun karena memang ada permintaan dari Fitri sendiri, maka yah terimalah kau! Faizal. Heran juga kenapa Faizal, kenapa Fitri gak meminta Uda untuk menemaninya, ataupun Deddy juga bisa toh. Hanya Fitri yang tahu dan biar dia saja yang tahu.

Jadilah Doni, Faizal dan Fitri di tenda, Deddy dan Uda di luar. Setelah beres-beres dan menata tenda sehingga tersekat jadi 2 bagian, untuk Faizal dan Doni, dan bagian lain untuk Fitri, #penting. Tent was ready. Mereka tidak lantas langsung tidur meski badan sudah memohon untuk berbaring. Udara malam semakin dingin, makin menusuk, jaket tebal saja kadang tak cukup menangkisnya. Syukurlah mereka membeli kayu bakar pada warga sekitar. Jadilah mereka menikmati sepertiga awal malam minggu di Bromo itu bersama-sama mengitari api unggun untuk menghangatkan badan. Menikmati cemilan yang cukup banyak dibawa Fitri khusus perjalanan ini. Bercerita dan saling mengorek informasi satu-sama lain, terutama Doni, orang yang baru saja #sodara kenal dan sudah bisa sedekat itu. Bercanda dan saling membully, tahu siapa korban dan pelakunya?, Faizal, Fitri, Uda dan Deddy masing-masing adalah korban dan disisilain mereka juga pelakunya. Bullyan mereka tidak jauh-jauh dari saling cocok-cocokkan(jodoh-jodohkan) antar anggota KKN, siapa dengan siapa? Biar mereka saja yang tahu dan Doni cukup tersenyum dan mengangguk setuju akan bullyan #sodara, seolah dia tahu saja.

Bintang semakin terang, bulan semakin bulat, dingin semakin tajam menusuk dan sayangnya kayu api unggun kian menipis. Mereka pun istirahat dan tidur di posisinya masing-masing. Malam tersebut merupakan salah satu malam yang panjang dan cukup “mencekam” bagi #sodara, bukan karena keindahan bintang dan bulan malam itu, tapi karena dinginnya malam begitu menusuk dan ganas. Di dalam tenda, yang seyogyanya dapat melindungi dari terpaan angin dan hembusan dingin, nyatanya tidak terbukti. Tidak ada satupun penghuni tenda yang benar-benar nyenyak istirahat, mereka paling lama dapat memejamkan mata hanya sekitar 2 jam saja lalu terjaga kembali, lalu mereka mencoba sangat keras untuk terpejam kembali dan lebih sering gagal. Dinginnya malam saat itu sangat ekstrim, Fitri saja yang telah memakai berlapis-lapis jaket dan kaos kaki masih sering menggerutu “kaya mau mati nih...” bayangkan yang di dalam tenda saja sudah merasa seperti itu, bagaimana Uda dan Deddy yang tidur di luar?. Ternyata mereka hanya bertahan beberapa jam saja tidur di luar yang hanya bermodalkan sleeping bag. Deddy dan Uda akhirnya menyerah pada dingin dan lebih memilih terjaga sepanjang malam bersama para penjual bunga mengelilingi api unggun.

Sapaan mentari adalah saat yang paling kita nanti, demi menghilangkan rasa dingin yang telah menghujam deras ke seluruh tubuh. Benar saja apa yang dikatakan penjaga objeck wisata Bromo tadi, suhu di Bromo mencapai dibawah nol derajat. Sampai-sampai sleeping bag Deddy dan Uda yang ditinggal di luar begitu saja, keesokan harinya sudah ber-es. Ada es yang menggumpal pada sela-sela sleeping bag mereka. Wow memang gila, dan memang bener-bener ada cerita, cerita nekat dan syukurlah selamat.
Sleepingbag ber ES, gila kan? mana ada yang mau tidur di es..
Menjelang sunrise, Bromo pagi itu sudah sangat sangat ramai oleh pengunjung, ada yang menggunakan sepeda motor, mobil pribadi dan lain sebagainya. Polusi suara mulai menjalar, keheningan waktu pagi yang diidamkan #sodara sirnah sudah. Tapi syukurlah mata mereka senantiasa dimanjakan oleh pemandangan yang luar biasa menakjubkan pagi itu. Saat mentari masih enggan untuk muncul, saat itu pula kabut masih penuh sesak mengitari kawasan Bromo. Saat saat kabut menyelimuti padang pasir Bromo, Gunung Bromo dan Pura terlihat seolah-olah muncul dari bawah awan dan berdiri kokoh di atas awan. Sungguh pemandangan yang menakjubkan.

Saat yang dinanti-nanti pun tiba. Mula-mula mentari masih malu-malu untuk muncul, saat mentari malu lah tercipta gradasi dan perpaduan warna yang menakjubkan. Langit saat itu menyajikan pemandangan yang indah, bahkan sulit diabadikan dengan kamera sekalipun. Dan saat mentari mulai berani dan memancarkan sinarnya penuh semangat, memang saat itu tidak terjadi pemandangan indah seperti sebelumnya, namun sinarnya memberikan kehangatan dan kenyamanan yang #sodara impikan sejak malam. #sodara putuskan untuk tidak menikmati pagi hari dari puncak gunung Bromo, karena dari dekat tempat camp mereka pun sudah tersuguhkan pemandangan indah yang sayang untuk dilewatkan.


Saat-saat sunrise...

GELANG SEPATU GELANG

Setelah puas menikmati opera alam yang ada di kawasan Bromo sejak hari yang lalu hingga pagi ini, #sodara memutuskan untuk segera bergegas pulang selagi sinar mentari yang masih ramah buat kulit mereka. Setelah seluruh peralatan camp sudah beres dan siap, tiba lah saatnya #sodara dan Doni berpisah, saling lempar terimakasih dan doa pun terjadi diantara mereka.

sok imut, di depan tenda imut...




Sebelum meniti jalan pulang #sodara sarapan dulu di warung-warung yang sudah banyak berdiri di kaki gunung Bromo. Dan menunya sama seperti kemaren, Mie instan dan susu atau kopi. Gak ada sehat-sehatnya, tapi tak mengapa karena hanya itu yang ada dan setidaknya bisa menjadi pemompa tenaga untuk mengarungi pasir berbisik. Yah kali ini rute yang #sodara ambil untuk pulang berbeda dengan saat berangkat, perjalanan pulang #sodara melalui Pasir Berbisik. Dan sekitar pkl 08.31 WIB #sodara sampai di gerbang masuk Taman Wisata Bromo dan mereka putuskan untuk istirahat sejenak di musholah terdekat sebelum melanjutkan perjalanan berikutnya.

Tidak jauh dari tempat istirahat, akhirnya #sodara temukan bison yang akan membawanya ke terminal Probolinggo. Sekitar pkl 09.10 WIB bison meluncur dari kawasan wisata gunung Bromo menuju kota Probolinggo, saat itu bison masih lenggang, hanya #sodara dan 2 orang wanita penduduk lokal yang akan ke kota. Perjalanan dengan bison ini tidak selancar yang dibayangkan, perjalanan dilalui begitu lama dan menjengkelkan. Mulai dari kemarahan sopir bison karena penumpangnya direbut mobil lain yang bukan trayeknya, sampai-sampai tokoh setempat turun tangan untuk menyelesaikannya, jadilah penumpang yang direbut itu pindah ke bison #sodara. 6 orang bule, entah darimana. Dari aksennya mereka berasal dari eropa timur #asaltebak. Tak banyak percakapan antara 6 bule itu dengan penumpang lainnya, mungkin karena sama-sama segan dan capek. Dan kejengkelan yang kedua adalah ngetem. Kalian mesti tahu apa itu ngetem, kalo gak tahu cari saja di mbah google. Dan kalian pasti jengkel ketika angkutan yang kalian tunggangi harus ngetem semakin lama semakin memuncak rasa jengkelnya. Bison yang #sodara naiki gak hanya ngetem 5-10 menit, tapi sampe satu jam. Bayangkan, SATU jam. Enam Puluh Menit. Tiga Ribu Enam Ratus detik yang harus #sodara lalui dengan melamun menunggu sang sopir memacu bisonnya kembali. Dan dalam ngetem yang menjengkelkan itu, kegilaan terjadi...dalam suasana yang hening *capek semua, tiba-tiba keenam bule dalam bison teriak keras yang sontak membuat kaget penumpang lain, dan...dan...gak Cuma bikin kaget, mereka tiba-tiba ngeloyor berlarian keluar dari bison dan berlari entah ke mana. Dasar bule gila, tanpa permisi tanpa apa-apa langsung pergi aja, sampe-sampe dibilang kambing sama warga lokal yang satu bison. “Dasar wedus, ora tahu tatakrama...” ucap penumpang tersebut dengan geram. Akhirnya sekitar pkl 11.30 WIB #sodara sampai juga di Terminal Probolinggo.

Dengan memanfaatkan fasilitas di terminal, #sodara istirahat, mandi, sholat, makan, charge, dan lain-lainnya. Cukup lama waktu yang #sodara habiskan di terminal, maklum mandinya udah kayak kerbau berkubang dilumpur, enggan untuk usai. Yah wajar saja, #sodara sudah gak mandi beberapa hari, sekalinya mandi gak mau selesai hehe. Sekitar pkl 14.47 WIB #sodara meluncur ke Surabaya menggunakan bus Mila. Bus ini cukup nyaman dibandingkan bus-bus selevelnya, bayangkan saja hanya dengan Rp. 13.000 per orang, sudah dapatkan fasilitas AC dan juga musik tiada henti baik dari tape mobil, pengamen maupun asongan. #sodara memilih duduk di kursi paling belakang, berjejer mereka berempat. Faizal, Fitri, Deddy, dan Uda. Dan hal konyol yang manusiawi sebenernya menghiasi perjalanan ke Surabaya. Siapa yang tertidur maka akan dengan mudah dalam posisi tidur dengan kepala mendongak ke atas dan mulut ternganga. Dan seolah Faizal enggan kehilangan momen tersebut, dia iseng mengabadikan momen tersebut. Dan korbannya adalah Uda dan Deddy haha. Fitri enggan tidur karena takut jadi korban keisengan Faizal.

Ada hal yang unik dalam perjalanan ke Surabaya ini, selain hal-hal konyol di atas, kehadiran pengamen menjadi warna tersendiri, lagu yang mereka bawakan bermacam-macam, dari yang sering kita dengar sampai yang tidak pernah kita dengar, entah mungkin aliran baru. Satu yang membuat menarik, salah seorang pengamen menyanyikan sebuah lagu tentang pancasila, nadanya datar biasa saja, tapi isinya cukup wah untuk ukuran pengamen tersebut. Melalui lagu tersebut, pengamen mengingatkan kepada seluruh pendengar/penumpang akan nilai-nilai pancasila, agar senantiasa hidup berbangsa dan bernegara sesuai dengan filosofi dasar bangsa ini, Pancasila. Wow!!! semakin jauhkah kita meninggalkan filosofi Pancasila dalam berbangsa dan bernegara, sampai-sampai harus diingatkan oleh seorang pengamen.

Sama halnya dengan di Terminal Probolinggo, saat #sodara sampai di terminal Purabaya, Surabaya pkl 17.30 WIB, mereka tidak langsung bergegas mencari bus tujuan jogja. Tapi mereka istirahat, sholat dan makan terlebih dahulu. Baru sekitar pkl 18.45 WIB #sodara meluncur ke Jogja menggunakan bus Mira ekonomi AC dengan tarif Rp 34.000 per orang. Sebagian besar perjalanan dilalui dengan istirahat dan sesekali ketika #sodara terjaga, mereka saling bercanda dan tidak lupa membully, dan yang menjadi target utama mereka adalah Faizal. Sampai-sampai Faizal harus bertanya rute bus tersebut pada kondektur untuk menolak bullyan mereka, terutama dari Uda dan Fitri. Dan akhirnya JOGJAAAA!!!! Pkl 02.28 WIB bus sampai di tujuan akhirnya, terminal Giwangan Yogyakarta. Dan usai sudah perjalanan #sodara kali ini. Perjalanan yang cukup menarik, ceria, mencekam, gembira dan alhamdulillah selamat.


Janji Suci!!! (part 1)
Janji Suci!!! (part 2)

And what next, #sodara?

Biarlah untaian kata ini terlalu panjang bahkan bertele
Tak apa, kuakui itu bahkan ku inginkan seperti itu
Karena ku ingin setiap momen terukir pasti
Hingga kelak,suatu saat nanti  kita tersenyum, tertawa dan haru membacanya
Untukmu #sodara

Salam, Pejuang Mimpi

Read more

0 Janji Suci!!! (part 2)




(Backpacker ke Bromo, 21-24 September 2012) 
LANGKAH MENUJU PUNCAK

Untuk memasuki kawasan Bromo, pengunjung harus membayar tiket masuk, tak terkecuali #sodara, sebesar Rp.6.500,- per orang untuk pengunjung Domestik. Untuk berkeliling dan menjelajahi Bromo, terdapat berbagai alternatif seperti menyewa mobil Jeep yang denger-denger biaya sewanya mencapai Rp.500.000an per mobil, bisa juga naik ojeg ongkosnya berkisar Rp.50.000- Rp.100.000,-an, ada juga dengan naik Kuda sekitar Rp.100.000,- ongkosnya atau dengan berjalan kaki seperti yang #sodara pilih, hanya bermodal tenaga, tekad, dan semangat saja hehe.

Awal Perjalanan...
Inilah perjalanan sesungguhnya, mencipta jejak menuju puncak Bromo. Tepat pkl. 14.00 WIB #sodar mulai menjejakkan kaki demi menggapai puncak Bromo, mereka harus mengarungi padang pasir yang luas. Dengan mengikuti rute-rute mobil, motor dan kuda, mereka berjalan dengan penuh antusias diiringi terik matahari dan hembusan angin yang menyapu  butiran pasir yang mengharuskan #sodara memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh dan kaca mata untuk melindungi mata dari butiran pasir yang berterbangan. Tegur sapa, dan berbagi senyum hangat dengan pengunjung maupun warga lokal mewarnai perjalanan #sodara mengarungi lautan pasir ini. Dan tidak lupa mereka mengabadikan perjalanan ini dalam sebuah potret, karena “no pict, hoax”.
Dalam Perjalanan...
Setelah berjalan kurang lebih satu jam, sekitar pkl 15.00 WIB mereka menemui sebuah warung yang terletak di samping sebuah bungker. Yah, adanya warung super semi-permanen di hamparan padang pasir yang luas ini sempat membuat #sodara heran, Kok ada?. Tepat di sebelah barat warung tersebut, terdapat sebuah Bungker, yang berfungsi sebagai Toilet dan Mushola, hal ini juga sempat membuat mereka tak percaya. Kok bisa?. Yah Bromo memang lain daripada yang lain. Di Pegunungan Bromo ini sudah terdapat berbagai macam fasilitas penunjang demi terciptanya objeck wisata yang nyaman bagi keluarga. Terdapat dua buah bungker yang difungsikan sebagai toilet di kawasan Pegunungan Bromo, selain itu juga dapat dengan mudah kita temui warung-warung yang menjajakan makanan dan minuman dari pagi hingga sore hari, tentunya dengan harga yang sepantasnya dan rasa yang sekenannya.

#sodara sejenak singgah di warung tersebut untuk meregangkan sendi yang mulai keras dan mengisi perut yang mulai keroncongan. Mereka memilih untuk menyantap mie instan ditemani kopi ataupun susu hangat, tahu kenapa? ya karena hanya ada menu itu hehe, gak ada yang lain. Terjadi obrolan hangat di warung itu, tidak hanya antar #sodara, tapi juga dengan penjual dan sopir-sopir Jeep, serta pengurus objeck wisata Bromo yang kebetulan sedang singgah di warung itu. Tahu kah kalian, ternyata penjual tersebut bukan berasal dari kawasan Bromo, dia adalah seorang wanita sekitar 30-40 tahun usianya, berperawakan tidak tinggi, agak hitam dan memakai kerudung ini harus berjalan dari rumahnya membawa barang dagangannya sejak pkl. 03.00 WIB pagi agar bisa mencapai Bromo pkl.05.00 WIB. Perjuangan yang super sekali!!!. Supir-supir Jeep yang #sodara temui sekilas tidak asing di mata Faizal, menurutnya supir-supir itu pernah muncul dilayar TV pada program-program FTV yang memang sering mengambil lokasi syuting di Bromo, hmm entahlah. Saat berbincang dengan pengurus objeck wisata Bromo, sempat membuat keteguhan #sodara menciut dan membuyarkan rencana mereka. Dari pengurus itu, diinformasikan bahwa suhu Bromo pada malam atau dini hari bisa menyentuh angka di bawah nol derajat, minus. Sehingga jadi alasan yang cukup untuk melarang pendaki bermalam di kawasan Gunung Bromo, dan hanya diizinkan ngecamp di dekat pos jaga tepat di samping gerbang masuk kawasan Bromo dan masih di sekitar perumahan warga. Rencana awal yang sudah bulat untuk ngecamp di gunung Bromo mulai goyah, tentunya #sodara harus mengutamakan keselamatan, karena tidur tanpa tenda dengan suhu dibawah nol derajat dan hanya mengandalkan sleeping bag sama saja dengan bunuh diri, bisa mati kedinginan. Namun keinginan untuk ngecamp tetap ada, karena akan mempermudah #sodara menikmati suasana sunrise.

Tampaknya Tuhan menjawab kegundahan hati #sodara, beberapa menit kemudian, datang seorang pendaki dan bergabung dengan #sodara di warung tersebut. Namanya Doni, berasal dari Solo, pernah tinggal di Jakarta, dan sekarang tinggal di Sidoarjo. Dia bekerja di sebuah pabrik lampu hemat energi bagian sales di daerah Surabaya. Umurnya sekitar 25 tahun ++, mukanya sangat khas jawa (kejawen). Dengan menggunakan motor astrea jadul(sorry sebut merk) Doni menghampiri warung tempat persinggahan #sodara. Bercakap-cakaplah mereka dalam balutan hangatnya kopi di padang pasir Bromo. Doni berencana untuk ngecamp seperti halnya #sodara, bedanya Doni membawa perlengkapan camping lengkap dengan tenda dan lain sebagainya, tapi dia sendirian. Dia mencari teman untuk berbagi cerita dan berbagi api unggun yang menghangatkan. aha!! Sebuah kesempatan bagi #sodara untuk melaksanakn semuanya sesuai rencana. Dengan jurus jitu, memainkan kata-kata dan melobby, Faizal berbincang dengan Doni lebih lanjut, berusaha untuk mengakomodir keinginan #sodara dan Doni. #sodara butuh tenda dan Doni butuh teman, sebuah simbiosis mutualisme. Akhirnya mereka sepakat untuk ngecamp bersama-sama. Selesaikah semua masalah?? Eits, ada satu lagi, yaitu pengurus objeck wisata Bromo, pendaki dilarang ngecamp di kaki Gunung Bromo.  Langkah konyol dan berani mereka ambil. Mereka tetap akan ngecamp di kaki Gunung Bromo tanpa seizin dan tentunya tanpa sepengatahuan pengurus (DON’T TRY IT !!!). Huftt selesai sudah permasalahan yang menghalangi #sodara untuk ngecamp.

SUMMIT ATTACK !!!
siaaap, puncak kami dataang!!!
Setelah istirahat cukup dan perut pun kenyang, mereka (#sodara dan Doni) sepakat untuk melakukan pendakian puncak gunung Bromo sore itu juga. Waktu itu jam menunjukkan pukul 15.30 WIB, mereka telah siap untuk melakukan summit attack, dengan penuh semangat dan antusias mereka beranjak dari warung tersebut menuju puncak gunung Bromo, dengan berjalan kaki tentunya. Yah bagi mereka, tidak ada cara lain dan tidak ada kata lain selain jalan kaki. Selepas dari warung mereka harus melewati padang pasir yang tidak sepanjang perjalanan awal (start – warung), sekitar kurang lebih 3 KM hingga mencapai kaki gunung Bromo. Dalam perjalanan mengarungi padang pasir tersebut mereka melewati sebuah pura besar yang merupakan tempat peribadatan umat Hindu masyarakat suku Tengger. Kaki gunung pun berhasil mereka capai dan pendakian sesungguhnya akan segera dimulai. Dibandingkan gunung-gunung yang berada di Indonesia, Gunung Bromo termasuk gunung yang tidak tinggi, bahkan pendek. Sehingga memang tidak terlalu sulit untuk ditaklukan bagi Deddy dan Faizal yang sudah sering mendaki gunung-gunung yang jauh lebih tinggi. Tapi bagi Fitri dan Uda adalah tantangan tersendiri bagi mereka, karena mereka memang baru pertama kali mendaki gunung. Fitri dan Uda cukup tergopoh-gopoh menopang badan plus barang bawaan (carier beserta isinya) menaiki gunung Bromo meskipun sudah tersedia tangga yang memudahkan pendakian. Pendakian pun cukup lambat dan menghabiskan banyak waktu, namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena yang paling penting adalah kebersamaan. Mereka bersama-sama melakukan pendakian, mereka juga harus menikmati puncakpun bersama-sama.

Alon-alon asal kelakon. Mungkin itulah gambaran pendakian mereka, setiap beberapa meter mereka istirahat barang mengambil nafas ataupun minum untuk mengobati rasa dahaga dan yang pastinya mereka saling membantu dan menyemangati satu sama lain, tentu dengan cara mereka sendiri. Memberi motivasi, mengejek, dan yang paliang sering adalah bersama-sama menyoraki kata “semangat, semangat, semangat !!! se ma ng at” bahkan saling semangat tidak hanya dari mereka saja, tapi juga dari pendaki lain, setiap berpapasan dengan pendaki lain senyum dan sapa adalah suatu yang pasti dan saling menyemangati adalah bumbu pemanis pendakian. Yah karena setiap pendaki adalah keluarga mereka punya tujuan yang sama, yaitu puncak. Dan mereka punya harapan yang sama bagi dirinya dan pendaki lain, yaitu menggapainya. Meskipun pendakian berjalan lambat, #sodara tidak merasa rugi, karena senantiasa bersama dan diiringi suasana senja yang indah di gunung Bromo. Gak ada ruginyaa. Kadang sejenak dalam istirahatnya mereka tak saling bicara, hanya menebar pandang ke seluruh penjuru, menikmati indahnya pemandangan kawasan gunung Bromo saat itu, pemandangan yang indah dan menakjubkan itu dapat memompa dan menstimulus semangat mereka untuk menggapai puncak tertinggi gunung Bromo. Seketika lelah dalam diri mulai lelah mengejar mereka, putus asa yang sempat tersirat mulai padam digantikan kobaran semangat menggebu demi satu tujuan, puncaak!!!.

Selama dalam pendakian pula, dapat dengan mudah ditemui masyarakat sekitar yang menjajakan bunga edelweis yang telah dirangkai demikian rupa bahkan ada yang diwarnai demi menambah keindahan dan menarik pendaki untuk membelinya. Bunga edelweis adalah bunga keabadian, bunga yang hanya tumbuh di daerah pegunungan tapi yang jelas di gunung bromo bunga edelweis tidak ditemui. Lantas dari mana penjual itu mendapatkannya? Usut punya usut, tanya punya jawab, bunga edelweis tersebut mereka dapatkan dari gunung Semeru. Edelweis adalah bunga yang dilindungi, kenapa mereka dapat memetiknya dan memeperjual belikannya, apakah mereka memiliki keistimewaan untuk itu? Ah entahlah. semoga edelweis tetap jadi bunga abadi dan tetap abadi.

Beratus-ratus anak tangga mereka lewati, beribu-ribu gumpalan tanah dan pasir mereka tapaki dan berjuta-juta butiran debu mereka pijak akhirnya satu kata terucap. “puncaaaak!!!. Sekitar pukul 16.45 WIB akhirnya mereka mencapai puncak juga. Tidak ada yang tidak mungkin, dengan bawaan badan dan barang yang wahpun bisa mencapai puncak, #sodara contohnya, terkhusus Fitri hehe. Hanya satu kuncinya, Tekad. Itu yang diperlukan dan dibutuhkan untuk menaklukan tingginya gunung bahkan dikehidupan pun kunci tersebut dapat membuka gerbang-gerbang kesuksesan bagi kita semua.
ayo teriaak: "puncaaak..."
Wow! puncak. Semoga menjadi kenangan indah buat mereka. Suasana puncak Bromo saat itu tidak terlalu ramai hanya 2-3 rombongan saja yang ada di puncak saat itu, mungkin karena sudah sore. Mereka bersyukur puncak saat itu tidak ramai, mereka dapat dengan tenang menikmati pemandangan dari puncak Bromo yang sulit digambarkan dengan kata-kata, terlalu indah. Menikmati sunsite, sang mentari malu-malu menyapa dengan ronah merah yang indah saat kembali keperaduannya. Menikmati sejuknya puncak gunung Bromo. Menciumi sengatan belerang dari kawah gunung yang enggan muncul tertutup kabut. Mengabadikan momen dengan beberapa jepretan. Menengok rute perjalanan yang mereka dilewati dan membuat mereka tak percaya, betapa jauhnya. Dan menikmati indahnya kebersamaan #sodara (Deddy, Faizal, Fitri, Uda) dan Doni di puncak gunung Bromo, momen yang indah dan takkan mungkin terulang lagi. Semoga menjadi kenagan indah bagi mereka dan menjadi salah satu momen penguat ikatan kebersamaan mereka.

Read more

Delete this element to display blogger navbar

 
© Pejuang Mimpi | Design by Blog template in collaboration with Concert Tickets, and Menopause symptoms
Powered by Blogger