(Backpacker ke Bromo, 21-24 September 2012)
“Kayak mau MATI....” Fitri
Hari sudah
mulai gelap, belerang makin ganas menyengat dan angin semakin dingin menusuk.
Sekitar pukul 17.15 WIB mereka turun dari puncak. Turun jauh lebih sulit dan
berbahaya daripada naik, sehingga memerlukan perhatian dan kewaspadaan ekstra.
Sedikit saja lengah bisa terpelset, terkilir bahkan ngegelundung. Namun meskipun lebih sulit dan bahaya, perjalanan
turun jauh lebih cepat dari naik. Dalam perjalanan turun Deddy dan Fitri
akhirnya membeli rangkaian bunga edelweis yang dijajakan penjual bunga.
Masing-masing membeli satu, katanya sih untuk seseorang, entah untuk siapa,
tanyakan saja pada mereka atau pada rumput yang bergoyang. Sekitar pukul 17.55
WIB mereka telah sampai di tempat camping
mereka, di kaki gunung Bromo dekat sebuah bangunan tempat pedagang berkumpul.
Segera mereka mendirikan tenda yang memang mudah didirikan, tidak perlu simpul
kanan, simpul kiri seperti yang diajarkan di Pramuka. Cukup rangkai dan cocokan
pada tempatnya masing-masing. Dan berdirilah tenda mini kapasitas 3-4 orang
ini.
Dengan barang
seabreg dan 4 pria serta seorang wanita dengan badan yang tidak bisa dibilang
kecil. Tentu tidak mungkin semuanya muat dalam tenda. Maka mereka sepakat, yang
tidur di dalam tenda hanya 3 orang dan 2 lainnya di luar. Barang-barangpun
dimasukkan semua ke dalam tenda. 3 orang yang di dalam tenda adalah Doni,
pemilik tenda tentunya. Fitri, hawa satu-satunya yang perlu dilindungi. Dan
yang terakhir adalah Faizal. Kenapa Faizal, bukan Deddy ataupun Uda. Tentu kita
memutuskannya dengan bermusyawarah, ketiga orang tersebut sama-sama memilih untuk
di luar dan mendahulukan yang lainnya. Dengan cukup kesatria Deddy dan Uda
memaksa untuk tidur di luar dan Faizal di dalam bersama 2 orang lainnya.
Sebenarnya tak semudah itu Faizal menerima ke”terpaksa”an itu, namun karena
memang ada permintaan dari Fitri sendiri, maka yah terimalah kau! Faizal. Heran
juga kenapa Faizal, kenapa Fitri gak meminta Uda untuk menemaninya, ataupun
Deddy juga bisa toh. Hanya Fitri yang tahu dan biar dia saja yang tahu.
Jadilah Doni,
Faizal dan Fitri di tenda, Deddy dan Uda di luar. Setelah beres-beres dan
menata tenda sehingga tersekat jadi 2 bagian, untuk Faizal dan Doni, dan bagian
lain untuk Fitri, #penting. Tent was
ready. Mereka tidak lantas langsung tidur meski badan sudah memohon untuk
berbaring. Udara malam semakin dingin, makin menusuk, jaket tebal saja kadang
tak cukup menangkisnya. Syukurlah mereka membeli kayu bakar pada warga sekitar.
Jadilah mereka menikmati sepertiga awal malam minggu di Bromo itu bersama-sama
mengitari api unggun untuk menghangatkan badan. Menikmati cemilan yang cukup
banyak dibawa Fitri khusus perjalanan ini. Bercerita dan saling mengorek
informasi satu-sama lain, terutama Doni, orang yang baru saja #sodara kenal dan sudah bisa sedekat
itu. Bercanda dan saling membully,
tahu siapa korban dan pelakunya?, Faizal, Fitri, Uda dan Deddy masing-masing
adalah korban dan disisilain mereka juga pelakunya. Bullyan mereka tidak jauh-jauh dari saling
cocok-cocokkan(jodoh-jodohkan) antar anggota KKN, siapa dengan siapa? Biar
mereka saja yang tahu dan Doni cukup tersenyum dan mengangguk setuju akan bullyan #sodara, seolah dia tahu saja.
Bintang
semakin terang, bulan semakin bulat, dingin semakin tajam menusuk dan sayangnya
kayu api unggun kian menipis. Mereka pun istirahat dan tidur di posisinya
masing-masing. Malam tersebut merupakan salah satu malam yang panjang dan cukup
“mencekam” bagi #sodara, bukan karena
keindahan bintang dan bulan malam itu, tapi karena dinginnya malam begitu
menusuk dan ganas. Di dalam tenda, yang seyogyanya dapat melindungi dari terpaan
angin dan hembusan dingin, nyatanya tidak terbukti. Tidak ada satupun penghuni
tenda yang benar-benar nyenyak istirahat, mereka paling lama dapat memejamkan
mata hanya sekitar 2 jam saja lalu terjaga kembali, lalu mereka mencoba sangat
keras untuk terpejam kembali dan lebih sering gagal. Dinginnya malam saat itu
sangat ekstrim, Fitri saja yang telah memakai berlapis-lapis jaket dan kaos
kaki masih sering menggerutu “kaya mau
mati nih...” bayangkan yang di dalam tenda saja sudah merasa seperti itu,
bagaimana Uda dan Deddy yang tidur di luar?. Ternyata mereka hanya bertahan
beberapa jam saja tidur di luar yang hanya bermodalkan sleeping bag. Deddy dan Uda akhirnya menyerah pada dingin dan lebih
memilih terjaga sepanjang malam bersama para penjual bunga mengelilingi api
unggun.
Sapaan mentari adalah saat yang paling kita nanti,
demi menghilangkan rasa dingin yang telah menghujam deras ke seluruh tubuh.
Benar saja apa yang dikatakan penjaga objeck wisata Bromo tadi, suhu di Bromo
mencapai dibawah nol derajat. Sampai-sampai sleeping
bag Deddy dan Uda yang ditinggal di luar begitu saja, keesokan harinya
sudah ber-es. Ada es yang menggumpal pada sela-sela sleeping bag mereka. Wow memang gila, dan memang bener-bener ada
cerita, cerita nekat dan syukurlah selamat.
Sleepingbag ber ES, gila kan? mana ada yang mau tidur di es..
Menjelang sunrise, Bromo pagi itu sudah sangat
sangat ramai oleh pengunjung, ada yang menggunakan sepeda motor, mobil pribadi
dan lain sebagainya. Polusi suara mulai menjalar, keheningan waktu pagi yang
diidamkan #sodara sirnah sudah. Tapi
syukurlah mata mereka senantiasa dimanjakan oleh pemandangan yang luar biasa
menakjubkan pagi itu. Saat mentari masih enggan untuk muncul, saat itu pula
kabut masih penuh sesak mengitari kawasan Bromo. Saat saat kabut menyelimuti
padang pasir Bromo, Gunung Bromo dan Pura terlihat seolah-olah muncul dari
bawah awan dan berdiri kokoh di atas awan. Sungguh pemandangan yang
menakjubkan.
Saat yang dinanti-nanti pun tiba. Mula-mula mentari
masih malu-malu untuk muncul, saat mentari malu lah tercipta gradasi dan
perpaduan warna yang menakjubkan. Langit saat itu menyajikan pemandangan yang
indah, bahkan sulit diabadikan dengan kamera sekalipun. Dan saat mentari mulai
berani dan memancarkan sinarnya penuh semangat, memang saat itu tidak terjadi
pemandangan indah seperti sebelumnya, namun sinarnya memberikan kehangatan dan
kenyamanan yang #sodara impikan sejak
malam. #sodara putuskan untuk tidak
menikmati pagi hari dari puncak gunung Bromo, karena dari dekat tempat camp mereka pun sudah tersuguhkan
pemandangan indah yang sayang untuk dilewatkan.
Saat-saat sunrise...
GELANG SEPATU GELANG
Setelah puas menikmati opera alam yang ada di kawasan
Bromo sejak hari yang lalu hingga pagi ini, #sodara
memutuskan untuk segera bergegas pulang selagi sinar mentari yang masih ramah
buat kulit mereka. Setelah seluruh peralatan camp sudah beres dan siap, tiba lah saatnya #sodara dan Doni berpisah, saling lempar terimakasih dan doa pun
terjadi diantara mereka.
sok imut, di depan tenda imut...
Sebelum meniti jalan pulang #sodara sarapan dulu di warung-warung
yang sudah banyak berdiri di kaki gunung Bromo. Dan menunya sama seperti
kemaren, Mie instan dan susu atau kopi. Gak ada sehat-sehatnya, tapi tak
mengapa karena hanya itu yang ada dan setidaknya bisa menjadi pemompa tenaga untuk
mengarungi pasir berbisik. Yah kali ini rute yang #sodara ambil untuk pulang berbeda dengan saat berangkat,
perjalanan pulang #sodara melalui
Pasir Berbisik. Dan sekitar pkl 08.31 WIB #sodara
sampai di gerbang masuk Taman Wisata Bromo dan mereka putuskan untuk istirahat
sejenak di musholah terdekat sebelum melanjutkan perjalanan berikutnya.
Tidak jauh
dari tempat istirahat, akhirnya #sodara
temukan bison yang akan membawanya ke
terminal Probolinggo. Sekitar pkl 09.10 WIB bison
meluncur dari kawasan wisata gunung Bromo menuju kota Probolinggo, saat itu bison masih lenggang, hanya #sodara dan 2 orang wanita penduduk
lokal yang akan ke kota. Perjalanan dengan bison
ini tidak selancar yang dibayangkan, perjalanan dilalui begitu lama dan
menjengkelkan. Mulai dari kemarahan sopir bison
karena penumpangnya direbut mobil lain yang bukan trayeknya, sampai-sampai
tokoh setempat turun tangan untuk menyelesaikannya, jadilah penumpang yang
direbut itu pindah ke bison #sodara.
6 orang bule, entah darimana. Dari aksennya mereka berasal dari eropa timur
#asaltebak. Tak banyak percakapan antara 6 bule itu dengan penumpang lainnya,
mungkin karena sama-sama segan dan capek. Dan kejengkelan yang kedua adalah ngetem. Kalian mesti tahu apa itu ngetem, kalo gak tahu cari saja di mbah
google. Dan kalian pasti jengkel ketika angkutan yang kalian tunggangi harus ngetem semakin lama semakin memuncak
rasa jengkelnya. Bison yang #sodara naiki gak hanya ngetem 5-10 menit, tapi sampe satu jam.
Bayangkan, SATU jam. Enam Puluh Menit. Tiga Ribu Enam Ratus detik yang harus #sodara lalui dengan melamun menunggu
sang sopir memacu bisonnya kembali.
Dan dalam ngetem yang menjengkelkan
itu, kegilaan terjadi...dalam suasana yang hening *capek semua, tiba-tiba
keenam bule dalam bison teriak keras
yang sontak membuat kaget penumpang lain, dan...dan...gak Cuma bikin kaget,
mereka tiba-tiba ngeloyor berlarian
keluar dari bison dan berlari entah
ke mana. Dasar bule gila, tanpa permisi tanpa apa-apa langsung pergi aja,
sampe-sampe dibilang kambing sama warga lokal yang satu bison. “Dasar wedus, ora tahu
tatakrama...” ucap penumpang tersebut dengan geram. Akhirnya sekitar pkl
11.30 WIB #sodara sampai juga di
Terminal Probolinggo.
Dengan
memanfaatkan fasilitas di terminal, #sodara
istirahat, mandi, sholat, makan, charge,
dan lain-lainnya. Cukup lama waktu yang #sodara
habiskan di terminal, maklum mandinya udah kayak kerbau berkubang dilumpur,
enggan untuk usai. Yah wajar saja, #sodara
sudah gak mandi beberapa hari, sekalinya mandi gak mau selesai hehe. Sekitar
pkl 14.47 WIB #sodara meluncur ke
Surabaya menggunakan bus Mila. Bus ini cukup nyaman dibandingkan bus-bus
selevelnya, bayangkan saja hanya dengan Rp. 13.000 per orang, sudah dapatkan
fasilitas AC dan juga musik tiada henti baik dari tape mobil, pengamen maupun asongan. #sodara memilih duduk di kursi paling belakang, berjejer mereka
berempat. Faizal, Fitri, Deddy, dan Uda. Dan hal konyol yang manusiawi
sebenernya menghiasi perjalanan ke Surabaya. Siapa yang tertidur maka akan dengan
mudah dalam posisi tidur dengan kepala mendongak ke atas dan mulut ternganga.
Dan seolah Faizal enggan kehilangan momen tersebut, dia iseng mengabadikan
momen tersebut. Dan korbannya adalah Uda dan Deddy haha. Fitri enggan tidur
karena takut jadi korban keisengan Faizal.
Ada hal yang
unik dalam perjalanan ke Surabaya ini, selain hal-hal konyol di atas, kehadiran
pengamen menjadi warna tersendiri, lagu yang mereka bawakan bermacam-macam,
dari yang sering kita dengar sampai yang tidak pernah kita dengar, entah
mungkin aliran baru. Satu yang membuat menarik, salah seorang pengamen
menyanyikan sebuah lagu tentang pancasila, nadanya datar biasa saja, tapi
isinya cukup wah untuk ukuran pengamen tersebut. Melalui lagu tersebut,
pengamen mengingatkan kepada seluruh pendengar/penumpang akan nilai-nilai
pancasila, agar senantiasa hidup berbangsa dan bernegara sesuai dengan filosofi
dasar bangsa ini, Pancasila. Wow!!! semakin jauhkah kita meninggalkan filosofi
Pancasila dalam berbangsa dan bernegara, sampai-sampai harus diingatkan oleh
seorang pengamen.
Sama halnya dengan di Terminal Probolinggo, saat #sodara sampai di terminal Purabaya,
Surabaya pkl 17.30 WIB, mereka tidak langsung bergegas mencari bus tujuan
jogja. Tapi mereka istirahat, sholat dan makan terlebih dahulu. Baru sekitar
pkl 18.45 WIB #sodara meluncur ke
Jogja menggunakan bus Mira ekonomi AC dengan tarif Rp 34.000 per orang. Sebagian
besar perjalanan dilalui dengan istirahat dan sesekali ketika #sodara terjaga, mereka saling bercanda
dan tidak lupa membully, dan yang
menjadi target utama mereka adalah Faizal. Sampai-sampai Faizal harus bertanya
rute bus tersebut pada kondektur untuk menolak bullyan mereka, terutama dari Uda dan Fitri. Dan akhirnya
JOGJAAAA!!!! Pkl 02.28 WIB bus sampai
di tujuan akhirnya, terminal Giwangan Yogyakarta. Dan usai sudah perjalanan
#sodara kali ini. Perjalanan yang cukup menarik, ceria, mencekam, gembira dan
alhamdulillah selamat.
Janji Suci!!! (part 1)
Janji Suci!!! (part 2)
And what
next, #sodara?
Biarlah untaian kata ini terlalu panjang
bahkan bertele
Tak apa, kuakui itu bahkan ku inginkan
seperti itu
Karena ku ingin setiap momen terukir pasti
Hingga kelak,suatu saat nanti kita tersenyum, tertawa dan haru membacanya
Untukmu #sodara
Salam,
Pejuang Mimpi